Begitu banyaknya jam kuno yang beredar di Indonesia, dengan berbagai merk, kondisi, ciri khas dan banyaknya lubang putar pada jam. menunjukkan bahwa para ningrat di Indonesia pada zaman bahuela kependudukan Belanda dan Kependudukan Jepang telah mampu membeli berbagai macam peralatan modern di zamannya, kalau saat ini mungkin adalah diibaratkan sebagai orang-orang kaya yang memakai ponsel pintar terbaru dan tercanggih.
Nah, kali ini kami akan memperkenalkan jam kuno yang terbuat dari porselin, asli bahan dasar porselin pada cover depannya. licin dan bagus seperti model poles kuno. bentuk ukiran porselin yang simpel menunjukkan keaslian dan model lama bahwa porselin tersebut dibuat di masa lampau. kemudian untuk rangka mesin juga masih sangat manual menggunakan bahan dasar kayu. entah kenapa kayu dari buatan model lama adalah kayu-kayu yang berkualitas tinggi, sehingga mampu untuk bertahan tidak dimakan rayap dengan jangkauan waktu hingga hampir 1 abad.
Untuk jam kuno ini bisa dibilang langka, dilihat dari cover jam yang terbuat dari porselin. karena beberapa jam yang beredar di teman-teman sesama penggemar barang kuno belum ada yang bercirikan seperti ini. berbentuk kotak kecil, pahatan porselin dan model angka romawi.
Angka romawi IV
jam kuno yang beredar saat ini mayoritas menggunakan angka romawi berbentuk "IV". namun, yang berbeda dari jam kuno ini adalah angka romawi nya bertuliskan IIII. angka model tersebut sama dengan angka romawi yang bertuliskan pada jam raksasa setinggi 26 m yang berdiri tegak di jantung kota Bukittingi yakni "Jam Gadang". menurut berbagai sumber bahwa Jam Gadang tersebut adalah hadiah dari seorang ratu belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang kota Bukittingi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda.
Sejarah angka romawi IIII
Berdasarkan Wikipedia, sejarah penulisan angka IIII tersebut berdasarkan
kepada King Louis XIV (5 September 1638 - 1 September 1715) yang meminta kepada
seorang untuk membuat sebuah jam baginya. Pembuat jam memberi nomor pada setiap
jam sesuai dengan aturan angka Romawi. Setelah melihat jam yang diberikan
kepadanya, Raja tidak setuju dengan penulisan IV sebagai angka "4"
dengan alasan ketidakseimbangan visual.
Menurutnya, angka VIII ada di seberang angka IV. Jika ditulis IV, maka ada
ketidakseimbangan secara visual dengan VIII yang lebih berat. Oleh karena itu,
Louis XIV meminta agar diubah IV menjadi IIII sehingga lebih seimbang dengan
VIII yang ada di seberangnya. Selain itu, jika dikaitkan dengan angka XII, maka
keseimbangan itu akan lebih baik.
Akan tetap yang menjadi pertanyaannya mengapa Raja yang memerintahkan
perubahan itu lebih dikenal dengan Louis XIV daripada Louis XIIII, sesuai
dengan permintaannya kepada pembuat jam.
Dari sebuah situs lain... yang berjudulkan "FAQ: Roman IIII vs. IV on
Clock Dials" dapat dilihat disana, Seorang yang bernama Milham mengatakan
bahwa penjelasan seperti di atas tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, penulisan
IIII untuk angka "4" telah ada jauh sebelum Louis XIV. Dari wikipedia
bahwa penomoran Romawi memang bervariasi dari awalnya. Pada masa awal angka
"4" memang ditulis IIII dengan empat huruf I.
Penulisan "4" menjadi IV hanya terjadi di masa modern, yang
menunjukkan bahwa "empat adalah kurang satu dari lima". Manuskrip
Forme of Cury (1390) menggunakan IX untuk "9" namun IIII untuk
"4". Sedangkan dokumen lain dari manuskrip yang sama di tahun 1380
menggunakan IX dan IV untuk "9" dan "4", berturut-turut.
Lebih lanjut, ada manuskrip ketiga yang menggunakan IX untuk "9"
dan campuran antara IIII dan IV untuk "4". Angka "5" juga
ditemukan disimbolkan dengan IIIII, IIX untuk "8" dan VV, bukannya X,
untuk "10".
Kesaksian lain dari situs tersebut, Franks, menyatakan bahwa ia tidak pernah
melihat jam matahari yang dibuat sebelum abad ke-19 yang menggunakan angka IV,
semuanya IIII. Sehingga, para ahli jam heran dengan arsitek masa ini yang
membuat jam menara besar-besar menulis "4" dengan IV, bukan IIII.
Salah satu yang menggunakan IV, bukan IIII, adalah Big Ben. Jadi, implisit
dikatakan bahwa Big Ben telah melanggar konvensi per-jam-an!
Penjelasan lain cukup menarik. Harvey, di situs yang sama, mengatakan bahwa
IV adalah singkatan dari dewa Romawi, Jupiter, yang ditulis IVPPITER. Jadi,
jika IV diletakkan di dalam jam bangsa Romawi, maka jam itu akan bertuliskan 1,
2, 3, DEWA, 5...
Jika dilihat dari kacamata bangsa Romawi, mungkin mereka tidak ingin nama
tuhan mereka ditaruh di jam seperti itu. Namun, kalau dilihat dari kacamata
Louis XIV , maka mungkin ia tidak ingin ada nama dewa pagan di permukaan jam. Mana
yang benar ? kita tidak tahu.
Masih di situs yang sama, menurut Mialki, alasan penggunaan IIII bukan IV
semata-mata masalah teknis. Jika IV yang digunakan, maka pandai besi harus
membuat huruf I sebanyak 16 batang, huruf X sebanyak 4 batang, dan V sebanyak 5
batang. Masalahnya, pada masa itu, pandai besi hanya bisa ekonomis kalau
membuat besi dalam kelipatan empat. Jika ditulis IV untuk "4", maka
akan ada satu 3 batang huruf V yang terbuang. Sementara itu, jika "4"
ditulis IIII, maka huruf V hanya dibuat empat batang--dengan demikian
ekonomis--dan huruf I sebanyak 20 batang--juga ekonomis.
Sekali lagi, mana yang benar dari penjelasan ini ? Belum ada yang pasti.
Namun, satu yang kita tahu sekarang adalah bahwa angka IIII di Jam Gadang
bukanlah sesuatu yang unik, aneh atau dianggap sebagai misteri yang
dikait-kaitkan dengan takhayul. Justru dengan angka IIII itulah menjadikan
sebuah bukti bahwa bangsa Eropa (Belanda) memang menjajah kita dulu dan tidak
memberi kita barang yang jelek, justru yang bagus yang masih dipergunakan dan
dibanggakan hingga sekarang.
sumber referensi :
https://www.facebook.com/pages/Bukittinggi-Kota-Wisata
http://www.koranbaru.com
http://2eyes2ears.blogspot.com
http://www.ubr.com
http://www.adrianbruce.com
http://www.electrictime.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar