Rabu, 06 Mei 2015

Jam Kuno Porselin



Begitu banyaknya jam kuno yang beredar di Indonesia, dengan berbagai merk, kondisi, ciri khas dan banyaknya lubang putar pada jam. menunjukkan bahwa para ningrat di Indonesia pada zaman bahuela kependudukan Belanda dan Kependudukan Jepang telah mampu membeli berbagai macam peralatan modern di zamannya, kalau saat ini mungkin adalah diibaratkan sebagai orang-orang kaya yang memakai ponsel pintar terbaru dan tercanggih.
Nah, kali ini kami akan memperkenalkan jam kuno yang terbuat dari porselin, asli bahan dasar porselin pada cover depannya. licin dan bagus seperti model poles kuno. bentuk ukiran porselin yang simpel menunjukkan keaslian dan model lama bahwa porselin tersebut dibuat di masa lampau. kemudian untuk rangka mesin juga masih sangat manual menggunakan bahan dasar kayu. entah kenapa kayu dari buatan model lama adalah kayu-kayu yang berkualitas tinggi, sehingga mampu untuk bertahan tidak dimakan rayap dengan jangkauan waktu hingga hampir 1 abad.

 
Untuk jam kuno ini bisa dibilang langka, dilihat dari cover jam yang terbuat dari porselin. karena beberapa jam yang beredar di teman-teman sesama penggemar barang kuno belum ada yang bercirikan seperti ini. berbentuk kotak kecil, pahatan porselin dan model angka romawi.

Angka romawi IV 
jam kuno yang beredar saat ini mayoritas menggunakan angka romawi berbentuk "IV". namun, yang berbeda dari jam kuno ini adalah angka romawi nya bertuliskan IIII. angka model tersebut sama dengan angka romawi yang bertuliskan pada jam raksasa setinggi 26 m yang berdiri tegak di jantung kota Bukittingi yakni "Jam Gadang". menurut berbagai sumber bahwa Jam Gadang tersebut adalah hadiah dari seorang ratu belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang kota Bukittingi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda.

Sejarah angka romawi IIII

Berdasarkan Wikipedia, sejarah penulisan angka IIII tersebut berdasarkan kepada King Louis XIV (5 September 1638 - 1 September 1715) yang meminta kepada seorang untuk membuat sebuah jam baginya. Pembuat jam memberi nomor pada setiap jam sesuai dengan aturan angka Romawi. Setelah melihat jam yang diberikan kepadanya, Raja tidak setuju dengan penulisan IV sebagai angka "4" dengan alasan ketidakseimbangan visual.
Menurutnya, angka VIII ada di seberang angka IV. Jika ditulis IV, maka ada ketidakseimbangan secara visual dengan VIII yang lebih berat. Oleh karena itu, Louis XIV meminta agar diubah IV menjadi IIII sehingga lebih seimbang dengan VIII yang ada di seberangnya. Selain itu, jika dikaitkan dengan angka XII, maka keseimbangan itu akan lebih baik.
Akan tetap yang menjadi pertanyaannya mengapa Raja yang memerintahkan perubahan itu lebih dikenal dengan Louis XIV daripada Louis XIIII, sesuai dengan permintaannya kepada pembuat jam.
Dari sebuah situs lain... yang berjudulkan "FAQ: Roman IIII vs. IV on Clock Dials" dapat dilihat disana, Seorang yang bernama Milham mengatakan bahwa penjelasan seperti di atas tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, penulisan IIII untuk angka "4" telah ada jauh sebelum Louis XIV. Dari wikipedia bahwa penomoran Romawi memang bervariasi dari awalnya. Pada masa awal angka "4" memang ditulis IIII dengan empat huruf I.
Penulisan "4" menjadi IV hanya terjadi di masa modern, yang menunjukkan bahwa "empat adalah kurang satu dari lima". Manuskrip Forme of Cury (1390) menggunakan IX untuk "9" namun IIII untuk "4". Sedangkan dokumen lain dari manuskrip yang sama di tahun 1380 menggunakan IX dan IV untuk "9" dan "4", berturut-turut.
Lebih lanjut, ada manuskrip ketiga yang menggunakan IX untuk "9" dan campuran antara IIII dan IV untuk "4". Angka "5" juga ditemukan disimbolkan dengan IIIII, IIX untuk "8" dan VV, bukannya X, untuk "10".
Kesaksian lain dari situs tersebut, Franks, menyatakan bahwa ia tidak pernah melihat jam matahari yang dibuat sebelum abad ke-19 yang menggunakan angka IV, semuanya IIII. Sehingga, para ahli jam heran dengan arsitek masa ini yang membuat jam menara besar-besar menulis "4" dengan IV, bukan IIII. Salah satu yang menggunakan IV, bukan IIII, adalah Big Ben. Jadi, implisit dikatakan bahwa Big Ben telah melanggar konvensi per-jam-an!
Penjelasan lain cukup menarik. Harvey, di situs yang sama, mengatakan bahwa IV adalah singkatan dari dewa Romawi, Jupiter, yang ditulis IVPPITER. Jadi, jika IV diletakkan di dalam jam bangsa Romawi, maka jam itu akan bertuliskan 1, 2, 3, DEWA, 5...
Jika dilihat dari kacamata bangsa Romawi, mungkin mereka tidak ingin nama tuhan mereka ditaruh di jam seperti itu. Namun, kalau dilihat dari kacamata Louis XIV , maka mungkin ia tidak ingin ada nama dewa pagan di permukaan jam. Mana yang benar ? kita tidak tahu.
Masih di situs yang sama, menurut Mialki, alasan penggunaan IIII bukan IV semata-mata masalah teknis. Jika IV yang digunakan, maka pandai besi harus membuat huruf I sebanyak 16 batang, huruf X sebanyak 4 batang, dan V sebanyak 5 batang. Masalahnya, pada masa itu, pandai besi hanya bisa ekonomis kalau membuat besi dalam kelipatan empat. Jika ditulis IV untuk "4", maka akan ada satu 3 batang huruf V yang terbuang. Sementara itu, jika "4" ditulis IIII, maka huruf V hanya dibuat empat batang--dengan demikian ekonomis--dan huruf I sebanyak 20 batang--juga ekonomis.
Sekali lagi, mana yang benar dari penjelasan ini ? Belum ada yang pasti. Namun, satu yang kita tahu sekarang adalah bahwa angka IIII di Jam Gadang bukanlah sesuatu yang unik, aneh atau dianggap sebagai misteri yang dikait-kaitkan dengan takhayul. Justru dengan angka IIII itulah menjadikan sebuah bukti bahwa bangsa Eropa (Belanda) memang menjajah kita dulu dan tidak memberi kita barang yang jelek, justru yang bagus yang masih dipergunakan dan dibanggakan hingga sekarang.

sumber referensi :
https://www.facebook.com/pages/Bukittinggi-Kota-Wisata
http://www.koranbaru.com
http://2eyes2ears.blogspot.com
http://www.ubr.com
http://www.adrianbruce.com
http://www.electrictime.com







 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar